IMPLIKASI TEORI BELAJAR TERHADAP EMPATI DAN LINGKUNGAN


BAB I

PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang
    Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk melakukan aktifitas belajar. Menurut Piaget belajar adalah aktifitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang berakhir pada perubahan. Akan tetapi, tidak semua perubahan itu bisa disebut belajar. Pengetahuan merupakan proses pengalaman khusus yang bertujuan menciptakan perubahan terus-menerus dalam perilaku atau pemikiran. Pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan. pengetahuan dan pembelajaran bisa saja muncul sendiri-sendiri tanpa kehadiran salah satu dari mereka : yaitu seperti para siswa bisa saja mendapatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman dan usaha-usaha pribadi mereka, dan usaha-usaha pembelajaran para guru tidak selalu berhasil menghasilkan pengetahuan, para guru biasanya mampu menerima kenyataan dari proses tersebut.
  2. Rumusan Masalah

  1. Apa itu belajar dan pembelajaran?
  2. Apa itu teori humansitik dan bagaimana implikasinya?
  3. Apa itu teori behavioristik dan bagaimana implikasinya?

  1. Tujuan

  1. Untuk mengetahui apa itu belajar dan pembelajaran
  2. Untuk mengetahui apa itu teori humanistik dan memahami implikasinya dalam pembelajaran
  3. Untuk menmgetahui apa itu teiori behavioristik dan memahami implikasinya dalam pembelajaran

BAB II

PEMBAHASAN



  1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
    Manusia telah dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kemampuan dasar untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Kemampuan dasar yang dimiliki manusia dapat berkembang melalui proses pendidikan atau pembelajaran. Pembelajaran merupakan kata yang begitu umum digunakan dalam berbagai proses kegiatan yang berhubungan dengan belajar.
    Belajar ditandai dengan adanya perubahan dalam diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dari hasil proses belajar meliputi perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik), dan menyangkut sikap (afektif). Proses belajar yang terjadi pada seseorang merupakan suatu yang sangat kompleks dan terjadi sejak bayi hingga orang tersebut meninggal dunia. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran dituntut adanya perubahan sebuah kondisi dalam diri organisme yang melakukan aktivitas belajar.
    Belajar menurut Gagne (1990:3) merupakan perubahan dalam disposisi manusia atau kapabilitas yang berlangsung selama satu masa waktu dan yang tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Untuk mendapatkan perubahan tersebut dibutuhkan beberapa unsur dalam proses belajar atau pembelajaran. Unsur-unsur tersebut meliputi si pembelajar, situasi perangsang, isi atau materi, dan respons.[1]
    Bruner menyatakan “learning is an active, social process in which learners construct new ideas and concept based on their current knowledge”, pembelajaran adalah sebuah proses sosial yag aktif yang mana pembelajar mengkonstruksi dari konsep baru berdasarkan pengetahuan yang sekarang.
    Pembelajaran menurut Brown adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Pembelajaran bukan hanya tindakan mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik melainkan lebih dari itu. Pembelajaran membutuhkan interaksi antara si pembelajar dengan materi yang dihadapinya sehingga terjadi perubahan perilaku yang bersifat permanen.
    Schunk, menyatakan bahwa pembelajaran perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasiatas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya. Dari pengertian tersebut terdapat kriteria-kriteia pembelajaran yang menjadi ukuran terjadinya proses pembelajaran. Kriteria tersebut yaitu pembelajaran melibatkan perubahan, pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu, dan pembelajaran terjadi melalui pengalaman.
    Adapun menurut Savin-Baden, pembelajaran didefinisikan sebagai sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi secara permanen (dalam jangka waktu yang lama). Bukan hanya semata-mata perubahan yang terjadi secara sementara. Dalam hal ini pembelajaran diartikan sebagai upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar.
    Dari pengertian belajar dan pembelajaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang yang diakibatkan karena adanya pembelajaran. Artinya belajar adalah wujud perubahan perilaku yang terjadi sedangkan pembelajaran merupakan proses terjadinya interaksi yang menyebabkan adanya perubahan perilaku tersebut.[2]

  2. Teori Belajar Humanistik

  1. Pengertian Teori Humanistik
    Teori humanistik adalah teori yang memandang bahwa proses belajar adalah proses dimana seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan nyata. Prinsip dasar dalam teori ini adalah bagaimana proses belajar mampu “memanusiakan manusia”. Artinya bahwa pembelajaran harus mampu memberikan pendidikan yang mampu menjadikan peserta didik menjadi manusia yang benar-benar mampu beradaptasi dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya.
    Teori humanistik memandang proses belajar adalah perubahan perilaku yang dialami organisme dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Melalui tiga domain inilah organisme akan mengaktualisasikan dirinya menjadi manusia nyata (real human). Tiga domain ini tentunya terkait dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan individu dalam interaksi antarorganisme dalam dunia nyata (real world).[3]
    Tokoh-tokoh humanistik dari teori belajar, adalah sebagai berikut:

  1. Maslow
    Menurut maslow bahwa manusia memiliki beberapa jenjang kebutuhan yang harus dipenuhi dari jenjang yang terendah sampai yang tertinggi, kebutuhan tersebut adalah :

  1. Kebutuhan fisiologis
  2. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan
  3. Kebiutuhan akan rasa kemasyarakatan
  4. Kebutuhan ingin dihargai
  5. Kebutuha aktualisasi diri

Teori ini didasarkan atas asumsi nbahwa di dalam diri kita ada dua hal: suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan kekuatan melawan atau menolak perkembangan itu.[4]

Oleh karena itulah kebutuhan manusia harus diperhatikan, terutama oleh pendidik saat belajar. Selain itu perhatian dan motivasi belajar juga harus dikembangkan karena keduanya menjadi dasar untuk berkembangnya kebutuhan dasar.

  1. Combs
    Dalam proses belajar ada dua hal yang penting yaitu:

  1. Pemerolehan informasi baru
  2. Personalisasi informasi pada individu, bahwa seseorang memperoleh arti dari informasi yang diperolehnys itu bagindirinya.

Combs berpendapat bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Karena itu apabila ingin memahami perilaku seseorang maka harus memahami dunia persepsi orang itu, dan bila ingin mengubah perilaku seseorang, maka harus berusaha merubah keyakinan orang itu.

Pendidikan yang sesuai dengan pendapat Combs adalah bagaimana caranya membawa peserta didik memperoleh arti bagi pribadinya, bagaimana peserta didik menghubungkan bahan pelajaran dengan kehidupannya.[5]

  1. Rogers
    Dalam bukunya “Fredom to learn”, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, diantaranya ialah :

  1. Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami
  2. Belajar yang menyangkut suatu perubahan didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk menolaknya.
  3. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
  4. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
  5. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
  6. Belajar diperlancar bila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar.
  7. Belajar atas inisiatif sendiri merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
  8. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah dicapai jika siswa dibiasakan unytuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
  9. Belajar yang paling berguna secara sosial didalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman daan penyatuannya kedalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

Kebutuhan peserta didik bila terpenuhi akan membuat siswa puas untuk belajar, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan siswa adalah dengan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas. Pendidik bukan sebagai subjek satu-satunya akan tetapi sebagai fasilitator.[6]

Pendidik lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dan perbedaan individual masing-masing peserta didik. Dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu.

  1. Implikasi Teori Belajar Humanistik
    Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusiayang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.

  1. Guru sebagai fasilitator
    Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas si fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang singkat dari beberapa guidelenes (petunjuk).

  1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman ke las.
  2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan kelomp[ok yang bersifat lebih umum.
  3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang termakna bagi sendirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
  4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
  5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.[7]
  6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual maupun bagi kelompok.
  7. Bilamana cuaca penerimaan kelas telah mantap, fasilitator beramngsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannnya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
  8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak meaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
  9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.[8]



  1. Teori Belajar Behavioristik
    Aliran behavioris atau behaviorisme menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Berdasarkan hasil kerja para ahli dan pemikir seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F Skinner. Aliran behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behaviorisme berfokus pada perilaku yang dapat diamati.
    Aliran behaviorisme sangat menekankan perilaku yang dapat diamati. Ciri dari aliran behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan menekankan pentingnya latihan.[9]
    Tokoh-tokoh aliran behavioristik dan pemikirannya adalah sebagai berikut:

  1. Teori Connectionism
    Tokoh teori ini adalah Edward L. Thorndike (1874-1949), dalam mengembangkan teorinya Thorndike mengadakan eksperimen dengan menggunakan hewan kucing untuk mengetahui fenimena belajar. Menurut teori ini bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya yang dilakukan melalui ulangan-ulangan.[10]
    Menurut Thorndike bahwa individu yang belajar melakukan proses treal and error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu, karena itu Teori ini sering disebut “trial and error learning”. Ciri-ciri belajar dengan trial and error learning yaitu: 1). Adanya motif pendorong aktivitas, 2). Ada berbagai respon terhadap situasi, 3). Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah, 4). Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
    Pada mulanya Thorndike menemukan hukum primer belajar (primary law), yang terdiri atas tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu :

  1. Law of readiness (hukum kesiapsiagaan), jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menajdi memuaskan.
  2. Law of exercise (hukum latihan), makin banyak dipraktikkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungannya. Terdiri atas dua hal, yaitu : a). Law of use; hubungan-hubungan akan menjadi bertambah kuat kalau ada latihan, dan b). Law of disuse; hubungan-hubungan menjadi bertambah lemah jika latihan dihentikan, karena itu dalam proses belajar mengajar harus banyak latihan aplikatif, misalnya dalam pelajaran matematika, kimia, fisika, maupun bahasa.
  3. Law of effect, bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.[11]

  1. Teori Pengkondisian (conditioning)
    Tokoh teori ini adalah Petrovich Pavlov. Menurut teori ini belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Sedangkan proses belajar terjadi melalui gerakan-gerakan reflek bersarat atau dapat dikatakan bahwa reflek bersarat itu sebenarnya adalah merupakan suatu reaksi sebagai hasil belajar.
    Eksperimen Pavlov untuk menemukan teori ini dilakukan melalui percobaan terhadap keluarnya air liur anjing. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam percobaannya membunyikan bel sebelum memperlihatkan makann pada anjing. Setelah diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun makanannya tidak ada.
    Hukum belajar Pavlov ada dua, yaitu: a). Law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut. b). Law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut.[12]
  2. Teori Penguatan atau Reinforcement (teori operant conditioning)
    Tokoh utama teori ini adalah Burrhus Fredric Skinner. Reinforcement, merupakan pengembangan dari teori koneksionisme. Skinner menganggap reward atau reinforcement sebagai faktor penting dalam belajar. Operant conditioning berarti bahwa suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung. Jenis respon dalam belajar ada dua, yaitu : 1). Responden : respon yang terjadi karena stimuli khusus, misalnya Pavlov. 2). Operan : respon yang terjadi karena situasi random.
    Program pengajaran yang terkenal dari Skinner adalah programmed instuction, dengan menggunakan media buku atau mesin pengajaran. Penge,bangan lebih lanjut dari pengajaran berprogram dari Skinner ini adalah computer assisted instruction (CIA) atau pengajaran dengan menggunakan komputer. Pengjaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan :

  1. Merinci bahan pelajaran menjadi unit-unit kecil
  2. Memaksa murid mereaksi unit-unit kecit itu.
  3. Memberitahukan hasil belajar secara langsung.
  4. Memberi kesempatan untuk bekerja sendiri.

Meskipun ada kelemahan dalam belajar terprogram, misalkan kurang mengembangkan kreativitas, kurang memberi pemngalaman humanisasi, kurang memberi kesempatan untuk merespon dengan berbagai aktivitas, akan tetapi ada beberapa kekuatan peserta didik dalam belajar model ini yaitu review, underlining, dan note taking.

Implikasi dari teori ini bahwa pendidikan tidak akan berjalan dengan baik apabila pesesrta didik tidak menunjukkan reaksi terhadap stimuli. Karena itu pendidik bersikap sebagai pembimbing dengan mengarahkan dan mengontrol kegiatan belajar agar berjalan dengan baik.[13]

  1. Implikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran
    Proses pembelajaran berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman aliran behaviorisme yang menekankan pada pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademik. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sitrem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
    Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai demngan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada diluar diri pembelajar.


















    BAB III
    KESIMPULAN

    Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam diri seseorang yang sukar untuk diamati secara langsung. Belajar itu adalah semata-mata mengumpulkan atau mengapalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan.
    Teori humanistik adalah teori yang memandang bahwa proses belajar adalah proses dimana seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan nyata. Prinsip dasar dalam teori ini adalah bagaimana proses belajar mampu “memanusiakan manusia”. Artinya bahwa pembelajaran harus mampu memberikan pendidikan yang mampu menjadikan peserta didik menjadi manusia yang benar-benar mampu beradaptasi dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya.
    Teori belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai makhluk relatif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman dan latihan yang akan membentuk perilaku mereka.


DAFTAR PUSTAKA

                                              

M. Dalyono. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Muhammad Fathrurrahaman dan Sulistyorini. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras

Nana Syaodih dan Sukmadinata. 2003. Landasan psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sigit Mangun Wardoyo. 2013. Pembelajaran Berbasis Riset. Jakarta: Akademia Permata

Sudarmawan Danim dan Khairil. 2010. Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru. Bandung: Akfabeta

Wasty Soemanto. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta




[1] Sigit Mangun Wradoyo, Pembelajaran Berbasis Riset, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), hlm. 10
[2] Ibid,. hlm. 11-12
[3] Ibid,. hlm. 19
[4] Muhammad Fathurrahman & Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 235
[5] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 44-45
[6] Ibid,. hlm. 47
[7] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984), hlm. 218-219
[8] Ibid,. hlm. 219
[9] Sudarmawan Danim & Khairil, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru, (Bandung: Akfabeta, 2010), hlm. 27
[10] Nana Syaodih & Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 168
[11] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 31
[12] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984), hlm. 227
[13] Ibid,. hlm. 227-228

Komentar

  1. Lucky Club Live Casino Review
    Lucky Club Live Casino is one of the most trusted online casinos in the world. The players can enjoy all of the games. The games at the casino Payment Methods: Instant Withdrawal, Live Chat, Live Chat Rating: 4.2 · ‎Review by LuckyClub.live 카지노사이트luckclub

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEDATANGAN BANGSA BARAT KE NUSANTARA SERTA REAKSI PARA RAJA TERHADAP PENETRASI

Pengembangan Pembelajaran Interaktif Dalam Pembelajaran PAI