KEDATANGAN BANGSA BARAT KE NUSANTARA SERTA REAKSI PARA RAJA TERHADAP PENETRASI





BAB I

PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang

Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet makanan, bumbu masakan, bahkan obat. Karena kegunaannya, rempah-rempah ini sangat laku di pasaran dan harganya pun menjadi mahal. Hal ini mendorong para pedagang Asia Barat datang dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Setelah memonopoli hasil rempah-rempah bangsa Indonesia, mereka menjual kembali kepada orang-orang di Eropa dengan harga yang lebih tinggi.

Selain memonopoli hasil rempah-rempah bangsa Indonesia, mereka juga mengadu domba penduduk bangsa Indonesia dan memihak salah satu dari yang diadu dombakan. Kemudian, setelah salah satu dari pihak yang diadu dombakan kalah (bukan pihak yang didukung), mereka kemudian menghianati dan menyerang pihak yang sebelumnya didukung. Setelah pihak tersebut kalah, para kaum bangsa barat membuat perjanjian yang tentu saja merugikan pihak yang terkait atau pihak yang dikalahkan serta mewajibkan setiap penduduk untuk membayar pajak dan kerja rodi. Kurang lebih seperti itulah yang terjadi ketika masa kolonialisme.

  1. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana kedatangan bangsa Barat ke nusantara?
  2. Bagaimana reaksi para raja terhadap penetrasi Barat ke nusantara?

  1. Tujuan

  1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana kedatangan bangsa barat ke nusantara
  2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana reaksi para raja terhadap penetrasi Barat ke nusantara



                                                                           

BAB II

PEMBAHASAN



  1. Kedatangan Bangsa Barat Ke Nusantara

  1.  Masuknya Portugis dan Spanyol
    Perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia menyebabkan berdirinya kerajaan Islam. Kemudian karena Indonesia kaya raya, maka datanglah bangsa-bangsa barat, diantaranya portugis tahun 1512, kemudian di susul spanyol tahun 1521. Orang porrugislah yang mula-mula muncul di Indonesia.[1]
    Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate. Hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol yang memihak tidore. Akhirnya, terjadilah peperangan. Untuk menyelesaikannya Paus sampai turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke filipina, sedangkan portugis tetap berada di maluku.
    Kedatangan bangsa portugis di kepulauan maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Disamping itu, bangsa portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Pada tahun 1534 H agama katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.[2]
    Seperti sudah diketahui bahwa pada sebagian dari daerah maluku, terutama ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan di antara para pemeluk agama tersebut. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.[3]
    Fernando Magelhans Magelan, tokoh yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi itu bulat, yang saat itu dikenal oleh orang  Eropa yaitu bumi  itu datar. Dimulainya Koloniasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis, Inggris, dan Belanda. Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.

  2. Belanda
    Perang kemerdekaan melawan Spanyol yang berkobar pada tahun 1560-an, orang-orang Belanda telah bertindak sebagai perantara dalam penjualan rempah-rempah secara eceran kepada Portugal ke Eropa bagian utara tetapi perang Spanyol telah mengacaukan jalur mereka untuk mendapatkan rempah-rempah yang dibawa dari Asia oleh orang-orang Portugis. Selain itu faktor agama juga turut mendukung, perang Belanda-Spanyol telah membuat negeri Belanda menjadi satu masyarakat Calvinis (Protestan) homogen, padahal propinsi-propinsi Spanyol sebagaian selatan (Belgia sekarang), dan tentunya Spanyol serta Portugis sendiri beragama Katolik. Akibatnya perdagangan di Lissabon untuk bangsa Belanda dipersulit sebab mulai tahun 1580 Lissabon menjadi wilayah Spanyol.[4]
    Pada masa Belanda, setelah kompeni yang dikepalai oleh Gubernur Jenderal J.P. Coen, maka tujuan mereka semakin jelas yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia secara sendirian maupun monopoli. Dalam upaya melakukan monopoli, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Kompeni mulai menguasai beberapa wilayah. Praktik sedemikian itu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga dimana-mana timbul perlawanan terhadap kompeni.[5]
          Setelah masuknya kompeni Belanda di maluku, semua orang yang sudah memeluk agama katholik harus berganti agama menjadi protestan. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah yang sangat besar dalam kehidupan rakyat. Kehidupan rakyatpun makin tertekan.
    Kehidupan rakyat maluku yang sangat memprihatinkan itu menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat maluku kepada kompeni Belanda. Akhirnya dibawah kepemimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar. Namun, perang tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda.[6]

  1. Reaksi Para Raja Terhadap Penetrasi
    Sedikit perlawanan terhadap Belanda terjadi di Mataram, ketika itu pada tahun 1618 M. Sultan Agung dapat menguasai Jawa Timur. Dan dimasa pemerintahannya kontak-kontak bersenjata antara kerajaan mataram dengan Belanda mulai terjadi. Dilain pihak, di Banten pada masa Abdul Fath (wafat 1651 M), terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dan Belanda yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian tahun 1659 M. Pada saat itu terjadi empat perlawanan terbesar dan terlama, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Perang Paderi di Minangkabau
    Gerakan paderi yang terbentuk dengan kedatangan tiga haji terkenal dari Makkah pada awal abad ke-19, dipengaruhi secara mendalam oleh sukses gerakan Wahabi di Arab pada masa itu. Setelah takluknya minangkabau akibat perang paderi, kebijakan Belanda mencoba menahan pengaruh para guru agama dengan mengasingkan mereka sejauh mungkin. Namun tak lama kemudian gterjadi peperanagan antara kaum adat dengan Belanda. Peperangan pertama Belanda gagal, sehingga Belanda mengajak perdamaian melalui perjanjian pada 22 Januari 1824. Namun Belanda mengkhianatinya. Begitu pula peperangan selanjutnya Belanda juga gagal dan mengadaakan perjanjian damai pada tanggal 15 September 1825, namun Belanda mengkhianati lagi. Sampai pada perjanjian damai yang dikenal dengan Plakat Panjang, 23 Oktobor 1833, kaum paderi menolak dan tidak percaya lagi. Dan pada tanggal 16 Agustus 1837 Belanda menyerang Bonjol dan akhirnya Bonjol dapat diduduki dan diasingkan ke Cianjur, lalu di Ambon sampai meninggal di Manado.[7]
  2. Perang Diponegoro
    Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Peristiwa yang memicu peperangan Diponegoro adalah rencana Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponegoro dan harus memnbongkar makam. Pada tahun 1825 Pangeran Diponegoro bangkit dan berontak melawan Belanda menggunakan taktik gerilya, dimana pasukan Belanda dikepung oleh prajurit Pangeran Diponegoro di Yogya. Pada tahun 1826 banyak korban berguguran di pihak Belanda dan pihak Belanda memperkuat diri dengan membangun benteng untuk mempersempit gerak tentara Pangeran Diponegoro. Pada tahun1827 Pangeran Diponegoro ditawan karena beliau membangkamng untuk berunding dengan Belanda dan akhirnya pada tahun 1830 dibuang ke Manado, lalu pada tahun 1834 pindah ke Ujung Pandang, Makasar dan meninggal dalam usia 70 tahun pada 8 Januari 1855.[8]
  3. Perang Banjarmasin
    Perang Banjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dilatarbelakangi oleh campur tangan Belanda dalam menentukan siapa yang akan menjadi Raja Muda pengganti Sultan Adam Alwasik Billah yang sudah tua. Jabatan itu diserahkan pada putranya yang bernama Abdurrahman tetapi dia tidak berumur panjang. Karena itu ia memilih cucunya Pangeran Hidayat. Tetapi Belanda tidak menyetujui pemilihan Sultan itu dan lebih berpihak kepada Pangeran Tajmid, cucu Sultan yang dari seorang selir. Pengangkatan PangeranTajmid menjadi Sultan menimbulkan kekecewaan dikalangan rakyat. Dan akhirnya diturunkan dari tahta dan kekuasaannya diambil alih oleh Belanda.
    Pengambil alihan kekuasaan itu mengalihkan penentangan rakyat yang semula ditujukan untuk Sultan Tamjid menjadi kepada Belanda. Perlawanan ini dipimpin Pangeran Antasari dengan 3000 pasukan untuk menyerbu pos-pos Belanda. Awalnyapasukan Belanda banyak yang tewas, tetapi dengan taktik dan kelicikannya Belanda berhasil mengalahkan satu demi satu beberapa pembesar kerajaan.[9]
  4. Perang Aceh
    Pada tanggal 5 April 1873 tentara Belanda menyerang Masjid dengan 3000 personil, karena kuatnya tentara Aceh dapat direbut kembali oleh pasukan Aceh. Pada bulan November 1873 Belanda dengan 13.000 personil mampu menguasai masjid keraton. Setelah meninggal dunianya Sultan (1874), Belanda mengadakan rundingan, tetapi tidak ditanggapi oleh Aceh, sehingga Belanda memakai strategi menunggu. Namun terus mendapat serangan-serangan dari Aceh yang mengakibatkan sistem itu gagal. Setelah sistem tersebut gagal, Belanda menerapkan sistem konsentrasi, kota raja sebagai pusatnya, akan tetapi sistem ini justru memberi peluang kepada pejuang Aceh untuk menggagalkan perang gerilnya. Yang akhirnya banyak tentara Belanda yang terbunuh.
    Pada tahun 1942 M, Belanda meninggalkan Indonesia karena mencoba dengan melakukan taktik menculik putra-putra Sultan, yang akhirnya Sultan dan Panglima Polim menyerah. Namun perang ini terus berlanjut terhadap Belanda walaupun perorangan maupun kelompok.[10]
 

BAB III

KESIMPULAN

Kedatangan bangsa portugis di kepulauan maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Disamping itu, bangsa portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Pada tahun 1534 H agama katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.

Pada masa Belanda, setelah kompeni yang dikepalai oleh Gubernur Jenderal J.P. Coen, maka tujuan mereka semakin jelas yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia secara sendirian maupun monopoli. Dalam upaya melakukan monopoli, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Kompeni mulai menguasai beberapa wilayah. Praktik sedemikian itu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga dimana-mana timbul perlawanan terhadap kompeni. Ada empat peperangan yang terjadi, diantaranya : Perang Paderi, Perang Diponegoro, Perang Banjarmasin, dan Perang Aceh. 

 

DAFTAR PUSTAKA



Amin, Syamsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah)

Ibrahim, Ahmad. 1989. Islam di Asia Tenggara Perspektif Sejarah. (Jakarta: LP3ES)

Soebachman, Agustina. 2014. Sejarah Nusantara Berdasarkan Urutan Tahun. (Yogyakarta: Syura Media Utama)

Syukur NC, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang: PT. Pustaka Riski Putra)

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: Rajawali Pers)



[1] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Riski Puta, 2009), hal. 214
[2] Agustina Soebachman, Sejarah Nusantara Berdasarkan Urutan Tahun, (Yogyakarta: Syura Media Utama, 2014), hal. 93
[3] Ibid,. hal. 93
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 373
[5] Ibid,. hal. 373
[6] Agustina Soebachman, Sejarah Nusantara Berdasarkan Urutan Tahun, (Yogyakarta: Syura Media Utama, 2014), hal. 94
[7] Ahmad Ibrahim, Islam di Asia Tenggara Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 201
[8] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Riski Puta, 2009), hal. 218-220
                           
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 247-249
[10] Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Riski Puta, 2009), hal. 220-221
                      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI TEORI BELAJAR TERHADAP EMPATI DAN LINGKUNGAN

Pengembangan Pembelajaran Interaktif Dalam Pembelajaran PAI